Bavinck menuliskan bahwa penciptaan manusia pertama, Adam, adalah awal dari perjalanan hidupnya, bukan akhir untuk selamanya. Kondisi Adam saat diciptakan tidak berada pada posisi yang sifatnya kekal, tapi bersifat conditional, yaitu selama Adam taat berpegang kepada perintah Tuhan maka ia akan tetap dalam keadaan naturnya sebagaimana ia diciptakan, ia dapat memiliki relasi yang intim dengan Tuhan, memiliki hukum moral yang telah tertulis dalam hatinya, memiliki segala pengetahuan dan akal budi yang dianugerahkan Tuhan untuk memelihara bumi dan makhluk ciptaan Allah lainnya. Namun hal ini akan berubah jika Adam melanggar perintah Tuhan. Bavinck menekankan bahwa relasi Tuhan dengan manusia sebenarnya terikat dalam sebuah covenant. “Generally, a covenant is an agreement between persons who voluntarily obligate and bind themselves to each other for the purpose of fending off an evil or obtaining a good”. Ia juga mengatakan bahwa “True religion, accordingly, cannot be anything other than a covenant, it has its origin in the condescending goodness and grace of God”.
Setelah membaca bagian ini penulis semakin menyadari betapa pentingnya peran Yesus Kristus sebagai mediator dari perjanjian awal yang telah dilanggar dan dikhianati oleh manusia terhadap Allah (Hosea 6:7). Dan benarlah apa yang tertulis dalam Yoh.14:6, bahwa hanya melalui Yesus Kristus, yang mendamaikan kita dengan Allah, manusia yang telah mengkhianati covenant awal dapat berbalik kembali kepada Allah Bapa oleh karena terhisap perjanjian anugerah (covenant of grace) melalui pribadi Yesus Kristus. Munculnya agama dalam berbagai bentuknya adalah manifestasi dari natur manusia pertama, di mana hukum moral telah tertulis di dalam hatinya. Namun kejatuhan dalam dosa telah membuat natur manusia tidak lagi berorientasi pada Allah tetapi hanya pada kepentingan dirinya sendiri. Manusia telah melanggar covenant yang mengikat relasinya dengan Allah, Sang Pencipta, dengan demikian manusia kehilangan arah dan kebenaran Allah. Dengan berbekal pengetahuan dan akal budi yang telah dianugerahkan, manusia berusaha untuk mencari Allah dengan kebenarannya sendiri, dengan mengandalkan kompas hukum moral yang masih tersisa karena telah tertulis di dalam hatinya saat mereka diciptakan. Agama seharusnya menjadi langkah awal bagi manusia untuk menemukan kembali kebenaran Allah yang telah hilang itu dalam dirinya akibat dosa dan pencarian itu akan terus bergerak sampai akhirnya oleh karena kasih karunia Allah, mereka dapat menemukan pribadi Yesus Kristus, yaitu Jalan, Kebenaran dan Hidup yang akan menuntun kita berbalik kembali kepada Allah Bapa (Yoh.14:6).
Agama yang sejati haruslah berawal dari pencarian manusia akan kebenaran Allah yang terikat dalam sebuah perjanjian (covenant). Hukum moral, akal budi dan pengetahuan yang dianugerahkan Allah pada manusia, janganlah sampai menjadi batu sandungan bagi kita sendiri dalam pencarian akan pengenalan terhadap Allah yang benar. Kita yang telah dicelikkan akan kebenaran Allah yang sejati itu, sudah seharusnya memiliki tanggung jawab dan beban moral untuk menjadi saksi Kristus dan memberitakan-Nya bahwa tidak ada jalan lain bagi manusia untuk datang kepada Allah Bapa kecuali hanya melalui Yesus Kristus, mediator perjanjian anugerah (covenant of grace) kita dengan Allah.