Sin is Universal

Bavinck menuliskan bahwa Alkitab sendiri telah banyak mencatat jejak-jejak dari universality of sin. Semenjak kejatuhan Adam dan Hawa, maka manifestasi dosa selalu muncul dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tuhan melihat bahwa kecenderungan hati manusia hanya membuahkan kejahatan semata-mata (Kej.6:5). Dosa terus menyebar di antara seluruh umat manusia dan mencapai puncaknya pada zaman Nuh. Setelah banjir sebagai akibat dari penghakiman atas dosa seluruh umat manusia, generasi yang dilahirkan adalah berasal dari keluarga Nuh, yang telah memperoleh kasih karunia Tuhan (Kej.6:8). Namun tetap tidak ada perubahan apa pun dari diri manusia. Memasuki zaman PB, Yohanes Pembaptis mendahului Tuhan Yesus, menyerukan agar manusia bertobat dari dosa-dosanya dan dibaptis. Manusia harus sadar bahwa dosa bukanlah sesuatu yang ditempelkan di luar diri manusia tetapi lahir dari dalam diri manusia itu sendiri. Bavinck mengatakan bahwa “The human desire, inclination, and will reach out to what is forbidden and is powerless to do good. And the body, with all its members, the eyes, the ears, the feet, the mouth and the tongue is in the services of unrighteousness”. Oleh karena itu, Bavinck berpendapat bahwa pertentangan antara keinginan daging dan roh yang ditulis oleh Paulus dalam Roma 7:7-25 hanya dapat dirasakan oleh mereka yang telah mengalami pembaharuan oleh Roh dan sekaligus ingin membuktikan bahwa betapa besar kuasa dosa yang mencengkeram manusia. Bagi mereka yang telah lahir baru oleh Roh saja masih begitu sulit menghadapi dosa, apalagi mereka yang belum mengalaminya, manusia menjadi budak dosa, berjalan hanya mengikuti keinginan daging, dan hal ini adalah permusuhan dengan Allah.  

Penulis setuju dengan apa yang dituliskan oleh Bavinck, hanya mereka yang hatinya telah diterangi oleh Roh Kudus, yang dapat menyadari betapa kotor dan najisnya hati manusia yang berdosa di hadapan Allah yang Maha Kudus. Bahkan dikatakan kesalehan manusia pun seperti kain kotor (Yes.64:6). Lilin hanya terlihat terang di dalam kegelapan malam namun tidak di hadapan sinar matahari. Demikian juga, kita dapat terlihat baik di antara mereka yang kurang baik, tapi tidak di hadapan Allah. Hati manusia telah ternoda dan kecenderungannya adalah berbuat jahat. Walau dalam realita hidup, kita juga masih bisa melihat kebaikan manusia yang termanifestasikan baik kepada sesama maupun binatang, itu karena hukum hati nurani telah terlukiskan di dalam hati mereka (Rm.2:14-15). Namun dosa bukan bicara tentang kebaikan manusia tapi keterpisahan dan ketergantungan manusia pada Allah, sehingga mengakibatkan manusia berorientasi hanya pada kebenarannya sendiri. Hal ini tertulis dalam Roma 3:11-12, Paulus dengan gamblang menuliskan bahwa standar kebenaran Allah sangat tinggi, jika manusia hidup terpisah dari Allah, maka segala yang baik yang ada pada manusia hanya seperti gong yang berkumandang, hanya membuat sesama manusia kagum tapi tidak dengan Allah.

Penulis berdoa kepada Tuhan agar selalu diingatkan terus, dari mana Dia telah memungut penulis. Karena hanya dengan kesadaran bahwa kita adalah manusia yang berdosa, maka kita boleh terus berharap pada pengampunan-Nya. Dan tepatlah seperti yang Alkitab katakan yaitu hanya orang sakit yang memerlukan tabib (Mat.9:12).