Selamatkah Aku?

Pertanyaan ini adalah pertanyaan besar yang akan ditanyakan oleh seluruh umat manusia mana pun, jika mereka peduli tentang hidupnya. Bagi mereka yang tidak peduli tentunya hanya berpikir bagaimana ia dapat hidup dan mempertahankan dirinya saja. Apakah semua agama dan kepercayaan memiliki pemahaman yang sama tentang keselamatan? Jawabannya tentu saja tidak. Semakin kita mendalami suatu bidang ilmu, maka kita akan semakin cermat untuk dapat membedakan yang satu dengan yang lain. Kekristenan memiliki pemahaman yang paling unik tentang keselamatan. Di saat agama dan kepercayaan di dunia memahami bahwa manusia diselamatkan karena perbuatan baik yang dilakukannya (Autosoteric), misalnya rajin beribadah, berdoa, beramal dan berbuat kebaikan, maka seseorang bisa diselamatkan. Kekristenan mengajarkan bahwa keselamatan hanya ada di dalam Kristus dan oleh karena anugerah Allah saja (God-Soteric). Allah yang berinisiatif menanamkan benih iman dalam hati kita sehingga kita dimampukan untuk dapat memiliki keinginan dan kerinduan untuk mengenal Allah yang benar. Allah sendiri yang berinkarnasi mengosongkan diri-Nya dalam diri Yesus Kristus untuk menyelamatkan manusia yang berdosa. 

Santo Agustinus memberikan pandangannya tentang pemahaman keselamatan dalam kekristenan pada abad yang ke-4, yaitu keselamatan hanya ada di dalam Kristus melalui iman dan perbuatan baik adalah buah dari keselamatan itu. Akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa, maka manusia mengalami mati rohani, terputusnya relasi dengan Allah sehingga manusia tidak mau dan tidak sanggup untuk mencari Allah. Dalam kitab Roma jelas dituliskan oleh Rasul Paulus tentang kondisi manusia berdosa di hadapan Allah, yaitu tidak ada seorangpun yang berakal budi dan mencari Allah, mereka semua telah menyeleweng, tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik (Rm 3:11-12). Dengan demikian kita tahu bahwa standar yang dipakai Allah tentang perbuatan baik sangat berbeda dengan standar yang dipakai oleh manusia. Allah dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada manusia yang berbuat baik dan Nabi Yesaya juga telah menuliskan bahwa kesalehan manusia seperti kain kotor di hadapan Tuhan (Yes 64:6). Lalu jika perbuatan baik tidak dapat menyelamatkan manusia, apa yang harus dilakukan seseorang agar dapat diselamatkan ? Pertanyaan ini persis seperti yang ditanyakan oleh kepala penjara Filipi kepada Rasul Paulus dalam sebuah peristiwa yang dicatat dalam Kis 16:30, “….apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?”. Di saat kepala penjara Filipi ketakutan nyawanya akan melayang dan memohon pada Rasul Paulus, maka Rasul Paulus mengenalkan kepadanya keselamatan yang jauh melebihi dari apa yang dapat dia pikirkan, yaitu keselamatan di dalam Kristus. Melalui pemberitaan firman Tuhan yang disampaikan oleh Rasul Paulus, maka ia dan seisi rumahnya memberi diri dibaptis dan mereka sangat bergembira karena telah menjadi percaya kepada Allah (Kis 16:34).

Pernahkah kita menjadi begitu bersuka cita seperti kepala penjara Filipi dan seisi rumahnya karena dapat menjadi percaya kepada Allah? Ataukah kita hanya take it for granted selama ini anugerah yang telah Allah berikan? Manusia tidak dapat datang kepada Allah, jikalau bukan Allah yang mencarinya. Tuhan Yesus dengan sangat gamblang mengatakan tentang hal ini, bahwa “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman” (Yoh 6:44).  Keselamatan adalah anugerah Allah dalam diri orang berdosa yang pro aktif melahirbarukan, menghidupkan kembali, dan membebaskan manusia dari belenggu dosa sehingga memampukan manusia untuk dapat datang kepada Kristus saat Injil itu diberitakan (Operating / Prevenient Grace). Tidak ada peran kehendak bebas manusia saat ia menerima Prevenient Grace, karena Allah sendiri yang menentukan sepenuhnya dalam kedaulatan-Nya untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa yang memperbudaknya. Setelah Allah membebaskan manusia dari belenggu dosa, maka anugerah Allah akan memelihara kehendak bebas manusia untuk memiliki kecenderungan melakukan segala perbuatan baik yang berkenan kepada Allah dan memuliakan-Nya. Mereka yang telah lahir baru akan timbul rasa haus untuk membaca Alkitab, sama seperti seorang bayi yang selalu merindukan susu yang murni ketika ia baru lahir (1Pet 2:2), dan tidak pernah berhenti belajar untuk memahami kehendak Allah yang tertulis di dalamnya. Di dalam hatinya kini ia memiliki sebuah hasrat baru untuk menyenangkan hati Tuhannya yang telah menyelamatkan dan membebaskannya dari belenggu dosa. Ia kini telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran (Rm 6:18). Pada tahapan Co-Operating Grace inilah, kehendak bebas manusia mulai ikut berperan. Seperti yang dituliskan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi, yaitu agar mereka mengerjakan keselamatan yang telah diterimanya dengan takut dan gentar, karena Allah sendiri yang turut mengerjakannya di dalam kita baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya (Fil 2:12-13). Anugerah Allah akan terus memelihara ketekunan umat pilihan sampai akhir hidupnya (Persevering Grace). Mereka yang telah diselamatkan juga akan dimintai pertanggung jawabannya kelak seperti dalam perumpamaan talenta, jika setia pada perkara kecil akan diberikan perkara yang besar.

Di antara banyaknya agama yang mengajarkan beragam solusi, mengapa orang Kristen percaya pada keselamatan di dalam Kristus? Bagaimana Alkitab mengajarkan keselamatan di dalam Kristus ini? Apakah keunikannya? Dalam bukunya Confessions, Santo Agustinus menuliskan pengakuan imannya, “You have made us for yourself, O Lord, and our hearts are restless until they rest in you.” Pernahkah kita bertanya pada diri kita sendiri, apakah selama ini kita menyembah Allah yang benar? Apakah kita sungguh-sungguh telah mencari-Nya? Mengapa saya ingin mencari-Nya? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini harus sering kita tanyakan dengan kritis dan menjadi refleksi pribadi relasi kita dengan Allah.

Jika Alkitab telah mengatakan bahwa tidak ada yang mencari Allah (Rm 3:11), lantas apa yang manusia cari sebenarnya? Teori piramida kebutuhan Maslow menjelaskan bahwa ada motivasi daya atau kekuatan yang ada dalam diri manusia yang mendorong (drive) untuk bertingkah laku dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan (need) yang ada di dalam dirinya. Dengan adanya perbedaan persepsi kebutuhan utama manusia di dalam hidup ini, maka yang dicari juga akan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan seseorang ada di mana pada piramida kebutuhan Maslow. Tingkatan piramida kebutuhan tersebut dimulai dari yang paling dasar adalah kebutuhan fisiologis (basic needs), rasa aman dan perlindungan (security), rasa sayang (love & belongingness), penghargaan (self-esteem), aktualisasi diri dan transenden (kebutuhan akan Allah). Ada korelasi yang sangat kuat antara kebutuhan yang dianggap seseorang paling penting dengan siapa Allah dalam hidupnya? Apakah seseorang akan mengutamakan Allah sebagai pemelihara hidupnya, atau ia hanya memperalat Allah untuk memenuhi kebutuhannya?

Dosa telah mencemari pikiran manusia untuk dapat mengenal Allah yang benar, pengertian mereka menjadi gelap dan kecenderungan hati mereka selalu membuahkan kejahatan semata-mata (Kej 6:5). Apa yang Alkitab katakan tentang manusia yang mencari Allah ? Dalam surat yang ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Roma, dikatakan bahwa manusia telah gagal paham dalam mengenal Allah, mereka tidak dapat meresponi Allah dengan seharusnya, yaitu memuliakan Dia dan mengucap syukur kepada-Nya. Dosa telah mencemari pikiran, perasaan dan kehendak manusia untuk melakukan yang tidak seharusnya, dan tidak melakukan yang seharusnya mereka lakukan, yaitu hal-hal yang berkenan kepada Allah. Manusia berdosa menyembah Allah yang salah, dengan cara yang salah, dan di tempat yang salah. Mereka tidak menggunakan pikirannya secara kritis untuk membedakan mana Allah yang benar atau tidak benar, sejati atau palsu. Kebutuhan utama merekalah yang telah menjadi allah mereka, rasa takut kepada Allah tidak ada pada mereka (Rm 3:18).

Manusia selalu berusaha untuk menutupi rasa bersalah terhadap dosa dengan cara mereka sendiri. Sama seperti Adam dan Hawa, mereka bersembunyi di balik jubah agama, ritual ibadah keagamaan, aktivitas pelayanan, kegiatan sosial, dll. Tolok ukurnya adalah selalu diri mereka sendiri, dengan cara mereka sendiri yang membuat mereka merasa aman dan nyaman. Mereka berusaha untuk memperoleh keselamatan dengan hikmat dan kekuatan mereka sendiri (Autosoteric). Mereka berusaha untuk menjadi juruselamat bagi diri mereka sendiri, seperti halnya dengan seorang pemimpin agama yang muda dan kaya yang kisahnya ditulis dalam ketiga kitab Injil. Ia datang kepada Tuhan Yesus dengan membawa seluruh hasil prestasi rohaninya yang cemerlang untuk bertanya kepada-Nya, apakah dia layak untuk memperoleh hidup yang kekal? Apalagi yang harus ditambahkan agar ia mendapat konfirmasi dari Tuhan Yesus bahwa ia dapat memperoleh hidup yang kekal itu? Konsep keselamatan hidup yang kekal dalam pemahamannya adalah Self-Oriented dan bukan God-Oriented. Ia pikir bahwa ia bisa memperoleh hidup yang kekal dengan usahanya sendiri.

Alkitab mengajarkan bahwa keselamatan itu adalah anugerah. Allah yang berinisiatif untuk bertindak menanamkan benih permusuhan antara manusia dan iblis, membawa kembali manusia kepada pihak-Nya (Kej 3:15). Bukan manusia yang memilih Allah, tetapi Allahlah yang memilih Nuh, Abraham, Israel dan mengikat perjanjian dengan mereka serta memberi hukum-hukumNya. Allah sendiri yang secara aktif mencari dan membawa manusia kepada keselamatannya. Allah menganugerahkan keselamatan bukan karena manusia menaati hukum-hukumNya, tetapi justru sebaliknya hanya karena anugerahlah yang memungkinkan manusia hidup sesuai dengan hukum-hukum Allah yang berkenan kepada-Nya.

Keselamatan dalam kekristenan bukanlah upah karena perbuatan baik, tetapi hanya karena anugerah Allah di dalam Kristus dan karya Roh Kudus yang melahirbarukan orang percaya. Allah adalah titik awal dari keselamatan, permulaan dari pemulihan hidup kita, dari yang fana menjadi yang bernilai kekal. Mungkin memang benar banyak jalan menuju Roma, tetapi hanya ada satu jalan keselamatan untuk manusia berdosa, yaitu hanya melalui Kristus sebagai jalan pendamaian satu-satunya yang memulihkan relasi manusia dengan Allah yang telah rusak akibat dosa (Rm 3:23-25a). Manusia dibenarkan / diperdamaikan dengan Allah jika mereka beriman kepada Kristus. Kehadiran Iman kepada Kristus adalah sebuah anugerah yang menunjukkan bahwa kita tidak mampu untuk memilikinya, ini bukan hasil usaha kita tetapi merupakan pemberian Allah supaya tidak ada orang yang dapat memegahkan dirinya (Ef 2:8-9).

Iman kepada Kristus memang sangat berbeda dengan iman-iman yang lain walau dalam manifestasinya, iman yang lain bisa begitu mengesankan. Iman kepada Kristus tidak bicara soal pencapaian prestasi rohani, perilaku dermawan ataupun pengorbanan yang dapat mengesankan manusia (I Kor 13:1-3) tetapi perkenanan Allah dan ketaatan dalam relasinya dengan Allah yang hidup itu (Ibr 11). Namun Alkitab juga menyaksikan bahwa jika hidup keagamaan kita yang mengaku memiliki iman kepada Kristus, tapi tidak melakukan hal-hal yang lebih benar dari perbuatan-perbuatan keagamaan iman-iman yang lain, maka Tuhan Yesus berkata celakalah kita (Mat 5:20), hal ini berarti iman yang kita miliki itu adalah iman yang mati yang tidak termanifestasi dalam perbuatan-perbuatan yang baik dan benar (Yak 2:17). Bagaimana manusia berdosa bisa beriman kepada Kristus sehingga diselamatkan? Iman kepada Kristus hanya dapat dianugerahkan oleh Allah melalui karya Roh Kudus. Roh Kudus yang memenuhi tubuh inkarnasi Kristus adalah roh yang sama yang akan memenuhi tubuh Kristus yang baru, yaitu Gereja-Nya untuk melanjutkan pekerjaan Kristus selama inkarnasi (Kis 2:33, Yoh 14:12). Mereka yang telah menerima anugerah keselamatan itu tidak mungkin bermalas-malasan dan masih memiliki agenda pribadi dalam kehidupan mereka lagi, karena hidup yang mereka hidupi sekarang ini adalah hidup oleh iman dalam Kristus yang telah mengasihi dan menyerahkan diri-Nya untuk mereka (Gal 2:20). Mereka telah menjadi hamba Kristus, yang terpanggil untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuan mereka. Adakah panggilan itu di dalam hidup kita selama ini? Apakah kuasa Roh Kudus membawa diri kita semakin mendekat kepada Allah? Apakah saya memiliki kehausan akan kebenaran Firman Tuhan? Semua ini adalah tanda-tanda yang mungkin akan timbul jika kita ada di jalan yang benar dalam pencarian kita akan Allah yang benar. Kasih dan kemurahan Allah diberikan kepada manusia bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi semua karena rahmat-Nya, melahirbarukan dan memperbaharui melalui karya Roh Kudus yang dilimpahkan kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita supaya kita sebagai orang yang dibenarkan  oleh kasih karunia-Nya berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita. Roh Kudus akan membawa setiap orang percaya kepada seluruh keselamatan (Titus 3:4-7).

Soli Deo Gloria…